Gus Yahya: Peran Walisongo dalam Memotori Peradaban Baru di Nusantara

Pada tanggal 21 Agustus 2024, KH. Yahya Cholil Staquf, yang lebih dikenal sebagai Gus Yahya, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), memberikan pidato penting dalam acara pelantikan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) di Bojonegoro, Jawa Timur. Dalam pidatonya, Gus Yahya membahas secara mendalam mengenai konstruksi peradaban dan kerangka intelektual yang mendasarinya. Momentum ini sekaligus digunakan untuk meresmikan pengangkatan M. Jauharul Ma'arif sebagai Rektor Unugiri untuk masa bakti 2024-2029. Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh terkemuka, termasuk Sekretaris Jenderal PBNU Drs. Saifullah Yusuf, Sekretaris LPT NU Faishal Aminuddin, Menteri Sekretaris Negara Prof. Pratikno, serta para pimpinan Forkopimda setempat.

Gus Yahya memulai pidatonya dengan menegaskan bahwa peradaban dibangun di atas fondasi yang mencakup kerangka intelektual. Ia menyampaikan penghormatan kepada para tamu undangan yang hadir, khususnya kepada Prof. Pratikno, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Rektor Universitas Gadjah Mada sebelum menjabat sebagai menteri. Dengan nada humor, Gus Yahya menyebutkan bahwa setelah menjadi menteri, Prof. Pratikno kembali mengingat Bojonegoro, sebuah pernyataan yang menekankan pentingnya wilayah ini dalam konteks nasional.

Lebih lanjut, Gus Yahya mengulas konteks sejarah Walisongo, sembilan wali yang memiliki peran penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Di antara mereka, Sunan Giri disebut sebagai figur otoritatif dalam hukum Islam. Gus Yahya menjelaskan bahwa otoritas akademik Sunan Giri dalam bidang syariah menjadikannya sebagai rujukan bagi anggota Walisongo lainnya, termasuk Sunan Kalijaga yang berkonsultasi dengannya mengenai penciptaan wayang. Sunan Kalijaga berupaya mengembangkan wayang sebagai media dakwah Islam tanpa melanggar hukum Islam yang melarang penggambaran makhluk hidup. Desain wayang oleh Sunan Giri, yang menggabungkan imajinasi manusia tanpa menjadi representasi langsung, memastikan bahwa wayang tersebut sesuai dengan standar hukum Islam.

Dalam pidatonya, Gus Yahya menekankan pentingnya kerangka intelektual dalam kebangkitan peradaban sepanjang sejarah. Ia menarik paralel dari peradaban kuno seperti Makedonia, Babilonia, dan Roma hingga peradaban Islam, khususnya pada masa Abbasiyah. Ia mencatat bahwa kerangka intelektual seringkali membawa nuansa religius dan berfungsi serupa dengan agama dalam membentuk nilai-nilai masyarakat. Pola ini terlihat dalam berbagai periode sejarah, termasuk masa Kediri, Majapahit, Demak, dan Mataram di Indonesia.

Melanjutkan refleksinya, Gus Yahya mengenang pengalamannya saat menjadi juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid dan penemuan ladang minyak baru di Bojonegoro. Penemuan ini, yang menjanjikan potensi ekonomi yang signifikan, menyebabkan Bojonegoro memiliki anggaran daerah yang besar. Ia menekankan bahwa kekayaan besar datang dengan tanggung jawab besar, dan Bojonegoro menghadapi tantangan untuk menentukan arah masa depannya. Pendirian pusat intelektual yang kuat, seperti Universitas Unugiri, adalah kunci untuk menyediakan kerangka intelektual yang diperlukan bagi perkembangan masa depan Bojonegoro.

Dalam pidatonya, Gus Yahya juga memuji pencapaian Universitas Unugiri dan mengakui dukungan Prof. Pratikno dalam pengembangannya. Dengan nada humor, ia menyebutkan bahwa Prof. Pratikno memiliki hasrat yang besar dalam mengembangkan institusi pendidikan tinggi dan terlibat dalam berbagai proyek pengembangan. Gus Yahya menyampaikan harapan bahwa Universitas Unugiri akan terus berkembang dan berkontribusi pada perkembangan intelektual dan budaya Bojonegoro serta daerah sekitarnya.

Di akhir pidatonya, Gus Yahya mengucapkan selamat kepada M. Jauharul Ma'arif atas pengangkatannya sebagai Rektor dan mendorongnya untuk bekerja keras dalam memanfaatkan momentum yang ada. Gus Yahya menekankan pentingnya memanfaatkan momentum ini untuk kepentingan Bojonegoro dan wilayah yang lebih luas, dengan memastikan bahwa dampak dari upaya mereka akan dirasakan di seluruh Jawa Timur dan Indonesia.

Secara keseluruhan, pidato Gus Yahya menyoroti pentingnya kerangka intelektual dalam konstruksi peradaban, dengan mengacu pada contoh-contoh sejarah dan peran Walisongo di Jawa. Pidatonya juga menekankan pentingnya pendidikan dan pengembangan intelektual dalam membentuk masa depan Bojonegoro, dengan Universitas Unugiri memainkan peran sentral dalam upaya ini. Acara ini menjadi pengingat akan tanggung jawab yang datang bersama kemakmuran ekonomi dan perlunya perencanaan strategis serta bimbingan intelektual dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan.

Dengan berfokus pada aspek intelektual dan historis, Gus Yahya berhasil menggugah kesadaran akan pentingnya membangun peradaban yang didasarkan pada nilai-nilai dan pengetahuan yang kokoh. Ia mengingatkan bahwa tanpa fondasi intelektual yang kuat, kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat bisa menjadi rapuh dan mudah runtuh ketika dihadapkan pada tantangan yang lebih besar. Dalam konteks ini, Universitas Unugiri diharapkan menjadi pusat unggulan yang tidak hanya melahirkan lulusan yang kompeten, tetapi juga menjadi pelopor dalam pengembangan pemikiran dan budaya yang dapat mendorong Bojonegoro dan wilayah sekitarnya ke arah kemajuan yang lebih berkelanjutan.

Dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan tokoh-tokoh nasional, harapan akan berkembangnya Universitas Unugiri menjadi semakin nyata. Gus Yahya menekankan bahwa dukungan ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk menghasilkan output yang optimal bagi masyarakat luas. Dalam jangka panjang, Unugiri diharapkan dapat menjadi model bagi institusi pendidikan lain di Indonesia, terutama dalam hal bagaimana membangun dan mengembangkan sebuah universitas yang tidak hanya fokus pada aspek akademik, tetapi juga memiliki peran aktif dalam pembangunan sosial dan ekonomi daerahnya.

Pidato yang disampaikan oleh Gus Yahya pada kesempatan tersebut merupakan sebuah refleksi mendalam tentang peran intelektual dalam pembangunan peradaban. Dalam konteks Bojonegoro yang sedang menikmati lonjakan ekonomi akibat penemuan ladang minyak, pesan Gus Yahya menjadi sangat relevan. Kekayaan yang dimiliki oleh Bojonegoro, menurut Gus Yahya, harus diimbangi dengan kesiapan intelektual dan moral untuk mengelola kekayaan tersebut dengan bijak. Hanya dengan cara inilah, Bojonegoro dapat memastikan bahwa kemakmuran yang diraih saat ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi seluruh lapisan masyarakat.

Pada akhirnya, pidato Gus Yahya menggarisbawahi pentingnya perpaduan antara kekayaan material dan kekayaan intelektual dalam membangun masa depan yang lebih baik. Ia menegaskan bahwa tanpa adanya landasan intelektual yang kuat, keberhasilan ekonomi bisa menjadi sesuatu yang sementara dan tidak berkelanjutan. Oleh karena itu, institusi pendidikan seperti Universitas Unugiri diharapkan bisa memainkan peran strategis dalam membangun fondasi intelektual yang akan menopang Bojonegoro dalam menghadapi tantangan dan peluang di masa depan.

Dengan ditutupnya acara pelantikan ini, diharapkan Universitas Unugiri dapat melanjutkan tradisi keilmuan yang sudah dirintis oleh para pendahulu, khususnya Walisongo, dalam menghadirkan pemikiran-pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai keislaman dan kebangsaan yang inklusif. Pidato Gus Yahya memberikan inspirasi bahwa dengan menguatkan basis intelektual, Bojonegoro dapat menjadi teladan dalam membangun peradaban yang tidak hanya maju secara ekonomi, tetapi juga berakar kuat pada nilai-nilai moral dan intelektual yang luhur.

Comments